A.
Tokoh
Pendekatan Behavioristik
Pendekatan
behavioristik diperkenalkan pertama kali oleh J. B. Watson tahun 1913. Pada
pendekatan ini banyak perilaku yang tampak yang dapat diukur dan diramalkan.
Menurut behavioristik pada saat lahir manusia tidak membawa apapun dan manusia
berkembang dengan stimulus. Objek psikologi pada pendekatan behavioristik
adalah tingkah laku. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek dan
mementingkan pembentukan pada kebiasaan.
Pendekatan
behavioristik diperkenalkan oleh beberapa tokoh, diantaranya:
1.
Ivan
Pavlov
Para
ahli behavioristik termasuk Pavlov ingin meneliti psikologi secara objektif,
yaitu dapat diobservasi secara langsung. Pavlov melalui eksperimennya mengenai
perilaku “classical conditioning”
dengan anjing sebagai objek. Studi dari eksperimen ini mengenai proses belajar
yang melibatkan respon yang bersifat refleks, mengeksplorasi bagaimana stimulus
baru (netral) dapat menghasilkan atau memunculkan respon refleks melalui proses
belajar.
Prinsip
utama pada eksperimen yang dilakukan Pavlov ialah stimulus netral dapat
menghasilkan suatu respon karena diasosiasikan (dipasangkan atau dikaitkan)
dengan stimulus yang secara otomatis memang menghasilkan respon yang sama atau
hampir sama.
2.
E.
L. Thorndike
Thorndike
merupakan tokoh yang mengadakan penelitian tentang animal psychology. Penelitian terhadap tingkah laku binatang ini
mencerminkan prinsip dasar pembentukan tingkah laku yaitu melalui proses
belajar dan dasar dari belajar ialah asosiasi. Thorndike percaya bahwa makhluk
hidup, terutama manusia dapat mengubah tingkah lakunya dalam kondisi apapun.
Hasil dari penelitian Thorndike ialah terbentuknya “The Law of Effect” yaitu respon yang diikuti dengan outcome yang membuat senang atau puas
cenderung akan diulang, dan sebaliknya.
3.
B.
F. Skinner
Skinner merupakan tokoh
behavioristik yang mengadakan percobaan yang disebut dengan proses kondisioning
operant. Proses kondisioning (operant conditioning) tidak jauh
berbeda dari kondisioning klasik (classical
conditioning) milik Pavlov. Pada operant
conditioning semua tingkah laku
ditentukan oleh adanya aturan-aturan, dapat diprediksi, dapat dilakukan dalam
lingkungan yang dikontrol.
Konsep pada operant conditioning ialah jika respon atau tingkah laku diikuti adanya reinforce, maka respon tersebut akan
diperkuat atau diulang atau juga diperlemah atau tidak dilakukan lagi. Reinforce ialah stimulus yang jika
setelah adanya suatu respon akan mengubah (meningkatkan atau menurunkan)
kemungkinan munculnya kembali respon tersebut.
4.
J.
B. Watson
Menurut
Watson yang dipelajari dalam psikologi adalah perilaku yang dapat diamati,
bukan kesadaran karena merupakan pengertian yang meragukan (dubious). Eksperimen Watson yang
terkenal adalah eksperimen dengan anak yang bernama Albert berusia 11 bulan.
Eksperimen ini Watson memunculkan rasa takut Albert terhadap tikus putih dan
menghilangkan kembali rasa takut tersebut. Pada kasus fobia dapat dijelaskan
dengan eksperimen Watson ini.
1.
Teknik-teknik
Terapi Behavioristik
Terdapat
beberapa teknik dalam terapi behavior, yaitu:
a.
Disentisasi
Sistematis
Teknik terapi ini
dikembangkan oleh Joseph Wolpe. Digunakan pada orang-orang yang memiliki
kecemasan, phobia, dan penghindaran diri. Prosedur dalam teknik terapi ini:
1) Klien
diminta untuk membuat hirarki ketakutan atau kecemasan (dari taraf rendah
hingga tinggi).
2) Masalah
dijelaskan oleh klien.
3) Klien
mempelajari dan melakukan teknik relaksasi, maka dilakukan pula hirarki
kecemasan.
b.
Exposure Therapy
Teknik ini menghilangkan atau mengurangi
perilaku menyimpang yang berkaitan dengan kecemasan. Prosedur pada teknik ini
ialah klien langsung dihadapkan pada stimulus atau situasi yang membuatnya
menjauh atau takut. Terapi ini dapat dilakukan dalam kehidupan nyata (in vivo) atau dibayangkan (in imagino).
c.
Assertiveness Training
Teknik ini dilakukan pada individu yang
mengalami kesulitan menerima kenyataan bahwa menegaskan diri adalah tindakan
yang benar. Latihan atau teknik ini dapat membantu orang-orang yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan atau kemarahan karena tersinggung dan memiliki kesulitan
dalam mengatakan tidak.
d.
Manajemen
Kontingensi
Teknik ini menggunakan teori
pengkondisian operan Skinner. Manajemen kontingensi menggunakan kontrak
tertulis formal antara klien dan terapis yang mencantumkan sasaran perubahan
perilaku, bala bantuan, penghargaan yang diberikan, dan hukuman bila gagal
memenuhi tuntutan perjanjian.
e.
Token
Ekonomi
Strategi pembentukan perilaku ini
bergantung pada penguatan untuk memodifikasi perilaku. Klien diperbolehkan untuk
mendapatkan token yang dapat ditukar dengan hak-hak istimewa atau barang-barang
yang diinginkan. Teknik ini biasa digunakan di kelas normal, seperti TK, tempat
rehabilitasi, penjara, dan lain-lain.
f.
Aversion Therapy
Teknik aversion merupakan terapi yang paling kontroversi. Teknik ini
digunakan untuk meredakan gangguan perilaku yang spesifik dengan stimulus
menyakitkan sampai stimulus tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Teknik
ini juga biasanya berupa kejutan listrik atau pemberian ramuan yang memualkan.
Serta sering digunakan untuk membantu klien mengontrol diri sebagai coping masalah terhadap obesitas,
merokok, alkohol, dan sexual deviation.
g.
Terapi
Pembanjiran dan Implosive
Teknik pembanjiran
terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa
penguatan. Sedangkan terapi implosive
berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran terkondisi
terhadap stimulus-stimulus penghasil kecemasan.
Tujuan Bahavior Theraphy
Tujuan Bahavior Theraphy
- Untuk menyembuhkan ssakit kejiwaan (psikopatologi) dengan teknik-teknik yang dirancang untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan menyingkirkan perialaku yang tidak diinginkan.
- Pemeliharaan perubahan perilaku.
- Menciptakan proses baru bagi proses belajar.
Kelebihan
dan Kekurangan Terapi Behavioristik
Kelebihan
-Fokus terhadap permasalahan saat ini
-Secara langsung berhubungan dengan simtom-simtom atau gejala
-Pendekatan ini menekankan bahwa proses konseling dipandang sebagai proses belajar yang akan menghasilkan perubahan perilaku konseli secara nyata.
-Lebih bersifat objektif
-Pendekatan ini menekankan bahwa proses konseling dipandang sebagai proses belajar yang akan menghasilkan perubahan perilaku konseli secara nyata.
-Lebih bersifat objektif
Kelemahan
- Terapi ini hanya menilai berdasarkan perilaku yang tampak bukan berdasarkan kebutuhan subjek
- Mengabaikan masa lalu klien dan kekuatan alam bawah sadar
-Bersifat manipulatif
Daftar Pustaka:
Basuki, A. M. H. (2008). Psikologi umum. Depok: Universitas
Gunadarma
Corey, G. (2009). Konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Feist, J., & Feist, G. J. (2011). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba
Humanika.