Welcome To My Blog

Jumat, 20 Maret 2015

Sejarah Kesehatan Mental

Sejarah Kesehatan Mental


Jaman Purba/Pra Sejarah
Penyakit mental di anggap dan diperlakukan seperti penyakit fisik yang dipengaruhi oleh roh jahat, guna-guna, kutukan Tuhan, dan sebagainya. Pasien yang menderita penyakit mental di intervensi melalui kekuatan supra natural. Pasien yang merugikan atau yang tidak dapat disembuhkan akan dibunuh atau dibiarkan meninggal.
Tahap Demonologi (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM-abad ke-6 M)
Mulai dari abad ke-4 Sebelum Masehi muncul tokoh-tokoh di bidang medis yang merupakan filsuf-filsuf Yunani. Yaitu Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa. Mereka mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Mereka berpendapat bahwa gangguan mental disebabkan oleh gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Tetapi pendapat ini ditentang keras dari aliran-aliran yang meyakini adanya roh jahat.
Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
Tahapan ini mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya Phillipe Pinel yang lebih mengutamakan persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam menangani pasien gangguan mental di rumah sakit.Terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan serta upaya penyembuhannya. Tokoh-tokoh yang mendukung adalah:
a. William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum.
b. Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika.
c. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama kali.
d. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara.
e. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.

Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (abad ke-20)
Merupakan revolusi kesehatan mental ke-2. Munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita ganggan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan penanganan hipnose, kartasis, asosiasi bebas, serta analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
Tahap Multifaktoral
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat.
Tahap ini merupakan Revolusi ke-3 gerakan kesehatan mental dengan tokohnya Whittingham Beers (“A Mind That Found Itself”), William James dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a. Pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
b. Penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
c. Mengadakan riset terkait
d. Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental
Model Kesehatan Barat & Timur
A. Model Barat
1. Model Biomedis (Fruend, 1991)
Dipengaruhi oleh filosofi Yunani (Plato&Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ditambah dengan perkemb biologi, penyakit dan kesehatan semata-mata dihubungkan dgn tubuh saja. Semboyan: “Men Sana In Corpore Sano”. Memiliki 5 asumsi: (Freund, 1991)
Ø  Terdapat perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa shg penyakit diyakini berada pada satu bagian tubuh tertentu.
Ø  Penyakit dapat direduksi pada gangg fungsi tubuh.
Ø  Penyakit disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dpt diidentifikasi.
Ø  Tubuh seperti sebuah mesin.
Ø  Tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
2.  Model Psikiatris (Helman, 1990)
Ø  Penggunaan berbagai model untuk menjelaskan penyebab gangg mental.
Ø  Model organik: menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak.
Ø  Model psikodinamik: berfokus pada faktor perkembangan dan pengalaman.
Ø  Model behavioral: psikosis terjadi karena kemungkinan2 lingkungan.
Ø  Model sosial: menekankan gangg dalam konteks performansnya.
3.  Model Psikosomatis (Tamm, 1993)
Muncul karena ketidakpuasan dengan model biomedis.Dipelopori oleh Helen Flanders Dunbar (1930-an) Tidak ada penyakit fisik tanpa disebabkan oleh anteseden emosional dan sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom somatik. Penyakit berkembang melalui saling terkait secara b’kesinambungan antara faktor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks.
B. Model Timur
Bersifat lebih holistik (Joesoef, 1990).
1. Holistik sempit
Organisme manusia dilihat sbg suatu sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.
2. Holistik luas
Sistem tersebut merupakan suatu bagian integral dari sistem2 yang lebih luas, dimana orginasme individual berinteraksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan tapi jg bisa m’ngaruhi dan mengubah lingkungan.
Konsep Kesehatan Mental

Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spiritual dan kesehatan psikologi. Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb . Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.
Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat menciptakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya. Selain al-Balkhi, peradaban Islam juga memiliki dokter kejiwaan bernama Ali ibnu Sahl Rabban al-Tabari . Lewat kitab Firdous al-Hikmah yang ditulisnya pada abad ke-9 M, dia telah mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan kedokteran.
Menurut dia, untuk mengobati pasien gangguan jiwa membutuhkan konseling dan dan psikoterapi. Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau keyakinan yang sesat. Untuk mengobatinya, kata al-Tabari, dapat dilakukan melalui ''konseling bijak''. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas dan punya humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan diri pasiennya.
Melalui kitab yang ditulisnya yakni El-Mansuri dan Al-Hawi , dokter Muslim legendaris Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi (al-Razi) juga telah berhasil mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental. Al-Razi juga tercatat sebagai dokter atau psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad.
Konsep Sehat
Pengertian sehat menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) adalah suatu kedaan kondisi fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Menurut Undang Undang Kesehatan N0. 23 tahun 1992 tentang kesehatan : Sehat atau kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup pro-duktif secara sosial dan ekonomis. Ada 3 komponen penting dalam definisi sehat yaitu:
1.      Sehat Jasmani
2.      Sehat Mental (pikiran, emosional, dan spiritual)
3.      Sehat Sosial (status sosial, kesejahteraan ekonomi, toleransi dan menghargai)
Sehat dapat dikatakan sebagai suatu kondisi normal baik secara fisik, emosi, intelektual, spritual dan sosial. Dari pernyataan diatas sudah bisa didapat tentang dimensi sehat, yaitu :
1. Dimensi Emosi: Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan seperti marah, sedih atau senang dan tidak ditampilkan secara berlebihan.
2. Dimensi Intelektual: Orang yang sehat secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memiliki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3. Dimensi Sosial: Orang sehat secara sosial yaitu mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerjasama.
4. Dimensi Fisik dan Mental: Orang yang sehat bila secara fisiologis(fisik) terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun.
5. Dimensi Spiritual: Orang yang sehat secara spiritual dalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan Id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
Perbedaan Konsep Kesehatan mental pada budaya barat dan timur

Definisi diberikan kepada masing-masing budaya, namun kebanyakan melihat kebudayaan sebagai seperangkat pedoman yang memandu bagaimana mereka memandang dunia, merespon secara emosional, dan berperilaku di dalamnya atau pedoman untuk hidup. Pemahaman terhadap sesuatu adalah suatu hal yang cukup kuat mendapat pengaruh budaya, sudut pandang terhadap suatu permasalahan seringkali dipengaruhi oleh budaya yang melatar belakangi, baik dalam proses memahami masalah atau pun dalam menyelesaikan masalah.
Banyak hal dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh budaya, kesehatan mental dan gerakan kesehatan mental juga dipengaruhi oleh budaya. Dalam kesehatan mental, faktor kebudayaan juga memegang peran penting. Apakah seseorang itu dikatakan sehat atau sakit mental bergantung pada kebudayaannya (Marsella dan White, 1984).
Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh (Wallace, 1963) meliputi :
1.      Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan mental.
2.      Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental.
3.      Berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, dan
4.      Upaya peningkatan dan pencegahan gannguan mental dalam telaah budaya.
Selain itu budaya juga mempengaruhi tindakan penanganan yang dilakukan terhadap gangguan mental itu sendiri. Dengan kata lain Konsep kesehatan mental pada suatu budaya tertentu harus dipahami dari hal-hal yang dianggap mempunyai arti dan bermakna pada suatu budaya tertentu, sehingga harus dipahami dari nilai-nilai dan falsafah suatu budaya tertentu.

Ada perbedaan konsep kesehatan mental budaya barat dan timur Barat lebih memandang kesehatan bersifat dualistik yaitu mengibaratkan manusia sebagai mesin yang sangat dipengaruhi oleh dominasi medis. Sedangkan Timur lebih bersifat holistik, yaitu melihat sehat lebih secara menyeluruh saling berkaitan sehingga berpengaruh pada cara penanganan terhadap penyakit.


Daftar Pustaka
Semiun, yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius
Materi KONSEP SEHAT (Pola Aktifitas Sehat / Olahraga) oleh dr adibah