Sejarah
Kesehatan Mental
Jaman Purba/Pra Sejarah
Penyakit mental di anggap dan diperlakukan seperti penyakit fisik yang
dipengaruhi oleh roh jahat, guna-guna, kutukan Tuhan, dan sebagainya. Pasien
yang menderita penyakit mental di intervensi melalui kekuatan supra natural.
Pasien yang merugikan atau yang tidak dapat disembuhkan akan dibunuh atau
dibiarkan meninggal.
Tahap Demonologi (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan
dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat
kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya
tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau
perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari
dalam tubuh penderita.
Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM-abad ke-6 M)
Mulai dari abad ke-4 Sebelum Masehi muncul tokoh-tokoh di bidang medis yang
merupakan filsuf-filsuf Yunani. Yaitu Hipocrates, Hirophilus, Galenus,
Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa. Mereka mulai menggunakan konsep
biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Mereka berpendapat bahwa gangguan
mental disebabkan oleh gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan
akibat roh jahat. Tetapi pendapat ini ditentang keras dari aliran-aliran yang
meyakini adanya roh jahat.
Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
Tahapan ini mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis),
dengan tokohnya Phillipe Pinel yang lebih mengutamakan persamaan, kebebasan,
dan persaudaraan dalam menangani pasien gangguan mental di rumah sakit.Terjadi
perubahan dalam pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan
serta upaya penyembuhannya. Tokoh-tokoh yang mendukung adalah:
a. William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum.
b. Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak
kedokteran jiwa Amerika.
c. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan
mental pertama kali.
d. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan
kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara.
e. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan
gerakan kesehatan mental di Amerika.
Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (abad ke-20)
Merupakan revolusi kesehatan mental ke-2. Munculnya pendekatan psikologis
(Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita ganggan mental secara
medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan
penanganan hipnose, kartasis, asosiasi bebas, serta analisis mimpi. Tujuannya
adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis
penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah
penanganan klinis (psikoterapi).
Tahap Multifaktoral
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak
hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal,
keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut
diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat.
Tahap ini merupakan Revolusi ke-3 gerakan kesehatan mental dengan tokohnya
Whittingham Beers (“A Mind That Found Itself”), William James dan Adolf Meyer.
Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental lebih baik
dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a. Pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita
gangguan mental
b. Penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada
penderita gangguan mental
c. Mengadakan riset terkait
d. Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental
Model Kesehatan Barat & Timur
A. Model Barat
1. Model Biomedis (Fruend, 1991)
Dipengaruhi
oleh filosofi Yunani (Plato&Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan
jiwa. Ditambah dengan perkemb biologi, penyakit dan kesehatan semata-mata
dihubungkan dgn tubuh saja. Semboyan: “Men Sana In Corpore Sano”. Memiliki 5 asumsi: (Freund, 1991)
Ø Terdapat
perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa shg penyakit diyakini berada pada satu
bagian tubuh tertentu.
Ø Penyakit
dapat direduksi pada gangg fungsi tubuh.
Ø Penyakit
disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dpt diidentifikasi.
Ø Tubuh
seperti sebuah mesin.
Ø Tubuh
adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
2. Model
Psikiatris (Helman, 1990)
Ø Penggunaan berbagai model
untuk menjelaskan penyebab gangg mental.
Ø Model organik: menekankan
pada perubahan fisik dan biokimia di otak.
Ø Model psikodinamik: berfokus
pada faktor perkembangan dan pengalaman.
Ø Model behavioral: psikosis
terjadi karena kemungkinan2 lingkungan.
Ø Model sosial: menekankan
gangg dalam konteks performansnya.
3. Model
Psikosomatis (Tamm, 1993)
Muncul
karena ketidakpuasan dengan model biomedis.Dipelopori oleh Helen Flanders
Dunbar (1930-an) Tidak ada penyakit fisik tanpa disebabkan oleh anteseden
emosional dan sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai
oleh simtom somatik. Penyakit berkembang melalui saling terkait secara
b’kesinambungan antara faktor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama
lain melalui jaringan yang kompleks.
B. Model Timur
Bersifat lebih holistik
(Joesoef, 1990).
1. Holistik sempit
Organisme manusia dilihat sbg
suatu sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.
2. Holistik luas
Sistem tersebut merupakan
suatu bagian integral dari sistem2 yang lebih luas, dimana orginasme individual
berinteraksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu tetap
terpengaruh oleh lingkungan tapi jg bisa m’ngaruhi dan mengubah lingkungan.
Konsep Kesehatan Mental
Konsep kesehatan mental atau
al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh
seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi
(850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk
Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan
jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan
kesehatan spiritual dan kesehatan psikologi. Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan
istilah Tibb al-Qalb . Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya
tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan
atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa
sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan
penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.
Menurut al-Balkhi, badan dan
jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan
ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat
menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan
dalam jiwa dapat menciptakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan
gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya. Selain al-Balkhi, peradaban Islam juga memiliki dokter
kejiwaan bernama Ali ibnu Sahl Rabban al-Tabari
. Lewat kitab Firdous al-Hikmah yang ditulisnya pada abad ke-9 M, dia telah
mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan
jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan kedokteran.
Menurut dia, untuk mengobati
pasien gangguan jiwa membutuhkan konseling dan dan psikoterapi. Al-Tabari
menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau keyakinan
yang sesat. Untuk mengobatinya, kata al-Tabari, dapat dilakukan melalui ''konseling
bijak''. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas dan punya
humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan diri
pasiennya.
Melalui kitab yang ditulisnya
yakni El-Mansuri dan Al-Hawi , dokter Muslim legendaris Abu Bakar Muhammad
bin Zakaria al-Razi (al-Razi) juga telah berhasil mengungkapkan definisi
symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental. Al-Razi juga tercatat sebagai dokter atau psikolog
pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad.
Konsep
Sehat
Pengertian
sehat menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) adalah suatu kedaan kondisi
fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Menurut Undang Undang Kesehatan N0.
23 tahun 1992 tentang kesehatan : Sehat atau kesehatan adalah suatu keadaan
sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup pro-duktif secara sosial dan ekonomis. Ada 3 komponen
penting dalam definisi sehat yaitu:
1. Sehat Jasmani
2. Sehat Mental (pikiran, emosional, dan spiritual)
3. Sehat Sosial (status sosial, kesejahteraan ekonomi,
toleransi dan menghargai)
Sehat
dapat dikatakan sebagai suatu kondisi normal baik secara fisik, emosi,
intelektual, spritual dan sosial. Dari pernyataan diatas sudah bisa didapat
tentang dimensi sehat, yaitu :
1.
Dimensi Emosi: Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kestabilan dan
kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan seperti marah, sedih atau
senang dan tidak ditampilkan secara berlebihan.
2.
Dimensi Intelektual: Orang yang sehat secara intelektual yaitu jika seseorang
memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memiliki nalar
yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3.
Dimensi Sosial: Orang sehat secara sosial yaitu mereka yang bisa berinteraksi
dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerjasama.
4.
Dimensi Fisik dan Mental: Orang yang sehat bila secara fisiologis(fisik)
terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu
apapun.
5.
Dimensi Spiritual: Orang yang sehat secara spiritual dalah mereka yang memiliki
suatu kondisi ketenangan jiwa dengan Id mereka. Secara rohani dianggap sehat
karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar
batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
Perbedaan Konsep Kesehatan mental pada budaya barat dan timur
Definisi
diberikan kepada masing-masing budaya, namun kebanyakan melihat kebudayaan
sebagai seperangkat pedoman yang memandu bagaimana mereka memandang dunia,
merespon secara emosional, dan berperilaku di dalamnya atau pedoman untuk
hidup. Pemahaman terhadap sesuatu adalah suatu hal yang cukup kuat mendapat
pengaruh budaya, sudut pandang terhadap suatu permasalahan seringkali
dipengaruhi oleh budaya yang melatar belakangi, baik dalam proses memahami
masalah atau pun dalam menyelesaikan masalah.
Banyak
hal dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh budaya, kesehatan mental dan gerakan kesehatan
mental juga dipengaruhi oleh budaya. Dalam kesehatan mental, faktor kebudayaan
juga memegang peran penting. Apakah seseorang itu dikatakan sehat atau sakit
mental bergantung pada kebudayaannya (Marsella dan White, 1984).
Hubungan
kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh (Wallace, 1963) meliputi :
1. Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan
mental.
2. Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita
gangguan mental.
3. Berbagai bentuk gangguan mental karena faktor
kultural, dan
4. Upaya peningkatan dan pencegahan gannguan mental
dalam telaah budaya.
Selain
itu budaya juga mempengaruhi tindakan penanganan yang dilakukan terhadap
gangguan mental itu sendiri. Dengan kata lain Konsep kesehatan mental pada
suatu budaya tertentu harus dipahami dari hal-hal yang dianggap mempunyai arti
dan bermakna pada suatu budaya tertentu, sehingga harus dipahami dari
nilai-nilai dan falsafah suatu budaya tertentu.
Ada
perbedaan konsep kesehatan mental budaya barat dan timur Barat lebih memandang
kesehatan bersifat dualistik yaitu mengibaratkan manusia sebagai mesin yang
sangat dipengaruhi oleh dominasi medis. Sedangkan Timur lebih bersifat
holistik, yaitu melihat sehat lebih secara menyeluruh saling berkaitan sehingga
berpengaruh pada cara penanganan terhadap penyakit.
Daftar Pustaka
Semiun,
yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius
Materi KONSEP SEHAT (Pola Aktifitas Sehat / Olahraga) oleh dr adibah
Materi KONSEP SEHAT (Pola Aktifitas Sehat / Olahraga) oleh dr adibah